Visi saya untuk membantu orang lain berakar kuat pada pengalaman pribadi saya sendiri. Saya memahami perjuangan dan rasa sakit yang mungkin kamu hadapi karena saya telah menempuh jalan yang serupa. 

Saya tidak dilahirkan dari keluarga dengan riwayat pendidikan dan ekonomi yang layak. Garis keturunan keluarga saya sebelum saya dipenuhi pola kemiskinan, kurangnya pendidikan, putus sekolah, keluarga yang berantakan, hutang piutang, penipuan, dan kekerasan fisik, verbal, serta emosional dari orangtua ke anak.

Sebagai anak, saya menghadapi trauma signifikan dari masa kecil saya, yang membentuk kehidupan dewasa saya dengan cara yang tidak pernah saya duga.

Perjalanan pribadi saya mencari tahu tentang Tuhan secara religius terbentuk saat usia 8 tahun, ketika sebuah perkara besar mengguncang keluarga saya dan menyakiti saya dengan begitu dalam. Teman saya bertumbuh adalah kritikan, makian, pukulan, dan pengabaian.

Pada usia 12 tahun, beban rasa sakit ini mendorong saya untuk melakukan percobaan bunuh diri. Ini adalah teriakan minta tolong dari jiwa saya, akibat dari keputusasaan yang mendalam. 

Saya membatalkan percobaan tersebut karena ada sesuatu dalam diri saya yang berteriak “belum saatnya”. 

Namun, pemulihan tidak terjadi di saat itu.

Saat saya tumbuh dewasa, luka masa kecil yang belum terselesaikan terus menerus memanifestasikan diri dalam berbagai bentuk. 

Saya berjuang melawan gangguan makan berlebihan (binge-eating disorder) sejak usia 8 hingga sekitar usia 19 atau 20 tahun, mencari kenyamanan dalam makanan untuk mengisi kekosongan rasa sakit emosional saya.

Di usia kelas 3 SMP, berat badan saya 89 kilogram. Sebuah hal yang abnormal dan sangat tidak sehat.

Pola sabotase diri ini terus menghantui saya hingga berat badan saya mencapai hampir 140 kilogram di usia 19 tahun.

Dari usia 19 hingga 24 tahun, saya menemukan diri saya dalam siklus hubungan toksik, saya loncat dari satu pria toksik ke pria toksik lainnya, saya mencari cinta dan validasi di tempat yang salah. Karena saya merasa kosong dan tidak berharga.

Trauma yang berkepanjangan ini membuat saya sulit mengelola keuangan saya, dan saya hidup dalam kemiskinan hingga usia 24 tahun, selalu berjuang untuk memenuhi kebutuhan dan mengelola sumber daya saya dengan efektif. Namun, seolah tak kunjung ada perbaikan.

Salah satu periode paling menantang dalam hidup saya adalah berada dalam hubungan dengan pria yang memiliki seluruh ciri-ciri Gangguan Kepribadian Narsistik (NPD), selama hampir 3 tahun lamanya. Selama hubungan itu, saya berkali-kali dimanfaatkan, dimanipulasi, diselingkuhi, bahkan dijadikan ATM berjalan. Itu adalah hubungan yang penuh kekerasan emosional dan finansial yang meninggalkan bekas luka yang sangat mendalam di hati dan jiwa saya.

Di usia menjelang 24, saya memutuskan sudah merasa terlalu muak untuk merasa muak. Saya sudah selesai. Selesai hidup dalam luka, selesai hidup dalam kemiskinan dan kebodohan. 

Dan saya memutuskan mentransformasi hidup saya.

Perubahan dimulai dengan MENGAMBIL KEPUTUSAN.